Purwakarta, Garda Riau
Dalam
nomenklatur hukum di negeri ini dikenal asas persamaan di depan hukum, atau equality before the law. Asas tersebut
meniscayakan setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di muka hukum.
Dengan asas itu, negara wajib melindungi warganya dari segala bentuk
diskriminasi, termasuk perlakuan diskriminatif dalam proses hukum. Namun, apa
yang indah dalam semboyan tidak selamanya menjadi kenyataan.
Justru
sikap diskriminatif hukum masih dipertontonkan secara telanjang di depan
publik. Hukum sering dikritik tajam ke bawah, kepada jelata, tetapi majal ke
atas kepada pejabat atau mantan penyelenggara negara. Hampir semua institusi
hukum di Republik ini pernah mempraktikkan sikap membeda-bedakan warga.
Tengoklah
rencana Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat yang tak
kunjung memeriksa Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, padahal oleh terpidana mantan
Bupati Purwakarta Lily Hambali Hasan dan mantan Bendahara Pemda Entin Kartini telah menyebutkan bahwa Dedi
Mulyadi ikut terlibat. Kenapa pihak institus kejaksaan tidak memeriksa Dedi
Mulyadi ?, apakah kasus Dedi Mulyadi akan dipetieskan ?. Itulah pertanyaan
sejumlah kalangan dalam menyikapi kasus Dedi Mulyadi yang tak kunjung diperiksa
sesuai dengan hasil Putusan
PN Purwakarta dengan nomor PN 65/Pid B/2008/PN PWK dan putusan MA no
739/Pan.Pid.sus/2154.k/PID.SUS/2008.
Sebelumnya,
Kordinator aksi, Muhammad Maki mengungkapkan, pihaknya meminta Kejakgung
segera memeriksa Dedi Mulyadi. Dia menjelaskan, dalam persidangan kasus
korupsi dana Bantuan Bencana Alam (DBBA) dan Gedung Islamic Center (GIC) di
Kabupaten Purwakarta, nama Dedi disebut terlibat dalam kasus itu oleh saksi
yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Kendati
demikian, dia mengatakan, dari persidangan sampai dengan terbitnya putusan MA
no 739/Pan.Pid.sus/2154.k/PID.SUS/2008, keterlibatan Dedi Mulyadi tidak pernah
didalami lagi." Dia menduga ada intervensi dari Dede Mulyadi, sehingga
kasusnya tidak diproses. "Saat ini tidak dipanggil, apa perlu kita
eksekusi sendiri, dia telah menggadaikan tanah di Purwarkarta, penegakan hukum
jangan hanya tajam ke bawah, namun ke atas tumpul," ujarnya. Menurutnya,
Kejaksaan Tinggi Jawa Barat telah turut serta menciptakan Dedi sebagai raja kecil
yang tersentuh hukum.
Diberitakan sebelumnya, Dedi Mulyadi, diduga telah mengeluarkan dana
miliaran rupiah, kepada tim penyidik gabungan tindak pidana korupsi Kejaksaan
Tinggi Jawa Barat dan Kejaksaan Negeri Purwakarta. Lembaga hukum itu kini
sedang genjar menangani kasus korupsi BBA dan GIC Kabupaten Purwakarta senilai
Rp 3,793 miliar.Dari sumber yang identitasnya tidak mau disebutkan, penggelontoran dana itu untuk ‘mengamankan’ Dedi dari jeratan hukum. Menurut dia, dana itu diberikan dalam dua tahap. Tahap pertama, ketika akan berlangsungnya pilkada Purwakarta, pada Januari lalu. ”Nilainya sebesar Rp 600 juta,” ujarnya, kepada Republika, Rabu (23/4). Sedangkan tahap kedua, menjelang penahanan Lily Hambali Hasan mantan Bupati Purwakarta, pada Maret sebesar Rp 750 juta.
Disebutkan dia, menjelang pilkada Purwakarta, Dedi yang saat itu masih menjabat sebagai wakil bupati, disinyalir ketakutan terkait dengan pemeriksaan dari tim penyidik ini. Saat itu, Dedi maju dalam pencalonan bupati pada pilkada. ”Terbukti, akhirnya Dedi aman. Dan dia bisa mencalonkan bupati secara aman, yang diikuti dengan kemenangannya mengalahkan dua rivalnya pada pilkada Januari lalu,” katanya.
Dikatakan dia, penggelontoran tahap kedua, dilakukan setelah ada kabar bahwa Dedi akan diperiksa oleh tim penyidik. Padahal, lanjutnya, saat itu Dedi baru beberapa hari menjabat sebagai bupati. Namun, karena Dedi menyerahkan uang yang jumlahnya Rp 750 juta, maka dia kembali aman. ”Setelah itu, tim penyidik menetapkan Lily Hambali sebagai tersangka, yang dilanjutkan pada penahanan oleh penyidik pada 25 Maret yang lalu,” katanya menegaskan.
Aktivis GMMP, Iwan Kurniawan, mengaku telah mendengar kabar penggelontoran dana dari Dedi Mulyadi ke tim penyidik Kejaksaan itu. Menurutnya, rumor tersebut sudah menjadi rahasia publik. ”Publik juga sudah tahu semua,” kata Iwan.
Disebutkan Iwan, indikasi nyata dari adanya pemberian uang dari Dedi ke tim penyidik itu, sampai saat ini Dedi Mulyadi belum diperiksa sama sekali. Padahal, kata dia, berkas hasil pemeriksaan tim Badan Pengawas Daerah Kabupaten Purwakarta yang dimilikinya, menyebutkan bahwa Dedi Mulyadi memakai dana hasil korupsi itu sebesar Rp 1,8 miliar.
Bahkan oleh sejumlah media juga memberitakan bahwa Dedi Mulyadi juga terlibat sejumlah kasus dugaan korupsi. Namun, Dedi Mulyadi tak tersentuh oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Padahal, keterlibatan Dedi Mulyadi telah disampaikan banyak saksi, termasuk mantan Bendahara Entin Kartini divonis 8 tahun oleh Pengadilan Negeri (PN) Purwakarta pada 2009 lalu karena dinyatakan bersalah atas kasus sebesar Rp 11,86 miliar.
Bahkan, Wakil Bupati Purwakarta Dudung B Supardi juga terang-terangan membenarkan keterlibatan Dedi Mulydi atas semua kasus tersebut. Hal yang sama disampaikan oleh sejumlah aktivis antikorupsi, lembaga swadaya masyarakat, dan tokoh di Purwakarta, yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Purwakarta telah berangkat ke Bandung, mereka mendatangi kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, meminta supaya Bupati Dedi Mulyadi diperiksa.
Mereka antara lain dari Laskar Antikorupsi Indonesia (LAKI), Gerakan Moral Masyarakat Purwakarta (GMMP), dan sejumlah elemen yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Purwakarta. Beberapa kasus yang mereka pertanyakan antara lain dugaan korupsi pembangunan Jembatan Cikao, kasus bantuan bencana alam, pembangunan islamic centre, kasus korupsi dana makan minum senilai Rp 12,4 miliar, serta pengeluaran fiktif 27 mata anggaran.
Keterlibatan Bupati Dedi Mulaydi telah disampaikan aktifis antikorupsi ke KPK. Surat yang masuk ke KPK adalah pengaduan nomor : 06/GMMP.KOR/08 tanggal 5 Agustus 2008 dan surat KPK RI Nomor : R-91/40/I/2009 tanggal 9 Januari 2009. Serta pengaduan dari DPC LAKI Purwakarta tertanggal 18 April 2011 Nomor : A.111/RHS/ DPC-LAKI-PWK/ IV/ 2011 (Tanda bukti penerimaan laporan no : 2011-04-00347) tentang dugaan TPK proyek Pembangunan Jembatan Cikao dan temuan dugaan penyalahgunaan APBD 2009 – 2010 sesuai LHP BPK No. : 10 / LHP / XVIII.BDG / 01 / 2011 tanggal 28 Januari 2011.
“LSM LAKI telah melaporkan sejumlah dugaan kasus korupsi ke KPK. Dia pun lalu menunjukkan Surat Jawaban dari KPK Tanggal 8 Juni 2011, Nomor R – 2221 / 40-43/ 06 / 2011 tentang tanggapan atas pengaduan masyarakat (LSM LAKI). Selain itu, terkait dugaan korupsi Dana Islamic Centre sebesar Rp 12.441.022.725 yang diduga Wakil Bupati Dedi Mulyadi (sekarang Bupati) terlibat dalam penggunaan dana tersebut, ”ujar Sofyan Ketua LAKI kepada sejumlah wartawan. “Juga, dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan / penyalahgunaan wewenang dalam penunjukan langsung Pembangunan Jembatan Cikao dan proyek pembangunan dalam APBD 2009 – 2010 yang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 9.636.386.497,83.
LSM LAKI sampaikan dan laporkan ke KPK berdasarkan Hasil LHP BPK RI Nomor : 10/LHP/XVIII.BDG/01/2011 tanggal 28 Januari 2011, yang diperkuat oleh keputusan DPRD Purwakarta No : 903/Kep. 07-DPRD/2011 dan ditambah hasil Novum LHP BPK No : 20/LHP/XVIII.BDG/06/2011 Tanggal 23 Juni 2011,”tegas Sofyan.
Adapun, terkait temuan dugaan penyimpangan pembangunan Jembatan Cikao, menurut Sofyan, merujuk dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK-RI yang ditindaklanjuti dan diperkuat oleh Keputusan DPRD Tk II Kabupaten Purwakarta dengan potensi kerugian sebesar Rp 4.038.446.087.
Sementara pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Barat sangat berhati-hati menetapkan kasus dugaan korupsi makan-minum alias Mamin Gate Kabupaten Purwakarta yang melibatkan Bupati Dedi Mulaydi. Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jabar Fadil Zumhanna mengatakan, penetapan suatu tersangka harus ditentukan oleh alat bukti. (Red/ rekson)
Posting Komentar